Di Balik New Parent Academy

Jujur , DULU gue sama Bagol berfikir ini adalah sebuah bisnis.
Udah mikirin ide ini dari setahun yg lalu, Kita udah nyebarin survey yg disambut positif pada waktu itu. Percaya Diri. Lalu langkah selanjutnya adalah ingin menjadikan ini sebuah pendidikan yang harus dimasukkan ke dalam sistem di Indonesia, Akhirnya kita tanya tanya ke kemendiknas, diarahkan ke pemda setempat lalu kita diminta untuk membuat kurikulum. errr... yak stuck disitu.
Sampai Oktober kemarin kita gerah. Lalu kita mulai berdiskusi lebih lanjut, nyatet semua budgeting biayanya, buset gede juga dengan pilihan pemateri yg kita percaya (makanya kita pilih). Bengong lagi...

Lalu gue sempet cerita masalah ini sama temen baik gue, Miko. kebetulan Miko ini anak salah satu pendiri sekolah yg cukup sukses di Jakarta. Tanggapan dia cuma satu waktu itu :
Sekali lo anggap pendidikan itu adalah bisnis, maka lo akan lupa semua tujuan di dalamnya wa. Pendidikan itu amanah. Kalo lo ajarin seseorang 1 + 1 = 3, dia bisa ingat hal itu dan mungkin ngajarin orang lain lagi sampai mati. Coba diingat lagi apa tujuan lo bikin ini.
DEG! Ketampar banget gue saat itu. Miko bener, saat itu hal utama yg bikin gue bimbang adalah biaya dan profit. Gue mulai menelan bulat bulat tamparan itu dan memulai lagi semuanya dari awal bersama Bagol.

Tujuan gue?
Gak lain biar gak kayak gue. Haus pengetahuan tapi ga ada fasilitas. Gue gak puas browsing, gue ga dapet hanya dengan membaca. Waktu itu gue ikut kelas ASI, dateng ke Rumah Sakit setempat, ikut kelas Hypnobirthing, dan lain lain, tapi gue tetep merasa takut. Gue SANGAT takut nggak bisa memberikan yg terbaik buat anak gue, karna sebetulnya gue SANGAT ingin memberikan semua yg gue bisa.
Gue gak menemukan sebuah dukungan dan sesuatu yang bisa gue percaya.

Ketakutan gue terbukti. Kayak mimpi buruk menjadi kenyataan menghadapi Adia yg kena Jaundice dan tanggapan suster yang berkomentar, "Ibunya gimana sih ya gak bisa ngurus."
Mungkin kalo saat itu Bagol gak disamping gue mendukung keputusan gue sampe akhir, atau telpon mbak Mia Sutanto yang bikin gue semangat, gue akan GAGAL. Gue yakin gue akan gagal jika sendiri.

Tapi setelah gue melewati semua itu. Gue melihat banyak temen" yang tidak seberuntung gue. Istrinya pengen banget memperjuangkan semua tapi suaminya tidak mendukung.... Suaminya pengen ngasih semuanya tapi istrinya malas bersusah payah.

Gue baru sadar saat itu. Menciptakan keluarga yang sehat, siap dan bahagia gak dibentuk dari satu hal aja. Bukan usaha dari suami aja, atau istri saja. HARUS keduanya!
ASI mungkin salah satu contoh kecil (Namun Penting) dari pilar pembentuknya. Ada hal lain. Finansial, Ketahanan mental dan fisik , juga yang gak kalah penting, Kesiapan menjadi orang tua.

Iya, Menikah dan mempunyai anak merupakan kondisi yang berbeda ternyata.

Ketemu. Itu tujuan gue. Pengen memberikan kontribusi (walau sedikit) buat membantu orang tua baru demi keluarga yang sehat, siap dan bahagia. Karna jika orang tua bahagia, anak pasti akan lebih bahagia.


Profit gue lupain. Pola pikir gue dan Bagol direset ulang.
Kita mulai menghubungi orang orang yang kita percaya mempunyai visi yang sama. dan terharu banget karna ternyata BANYAK! Dari Lembaga Financial Planner, Dokter Kandungan, Dokter Anak, Komunitas ASI, Psikolog anak & keluarga, Media sampe temen temen blogger  Thank you guys :')

So We gonna start soon. Small steps for a bigger picture :) Because Parenting Takes More Than Intuition.
Bismillah...


Post a Comment

My Instagram

Made with by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates