#CatatanAyahASI

Gue baru aja selesai baca buku Catatan Ayah ASI nih.
Buku yg dipunggawai 8 Ayah dalam account twitter nyeleneh, membumi juga cerdas @id_AyahAsi ini dicetak dengan maksud keseluruhan profit yang dihasilkan, bakalan murni untuk kampanye ASI anti sufor. Hebat ya!
Isinya juga persis kayak timelinenya kok. Kocak, Informatif, dan haru yg dituangkan dari kacamata lelaki.

Hah emang lelaki bisa bicara tentang ASI? hehe. Kalo jaman sekarang malah wajib kali ya!
Bikin gue jadi inget dengan apa yg Bagol dulu lakukan semasa perjuangan kita memberikan ASI buat Adia...

Pas jaman hamil, sesuai yg gue ceritain disini. Jujur aja, yg Bagol lakukan hanya diam. Dia hanya mendukung apa yang gue bilang paling baik. Saat gak sengaja gue ikut kelas ASInya AIMI di kantor, pulang pulang gue ceritain fungsi dan gunanya, dia juga hanya mengangguk ngangguk (sok ngerti) (5 menit kemudian jg lupa sih gue yakin).
Saat gue browsing, gue kirim email artikel ke Bagol mengenai ASI, gue pun gak nanya dia baca atau enggak.
Gue gak menuntut dia punya hasrat yg sama kayak gue jg sih waktu itu, yang gue inginkan hanya berbagi.

Pada saat melahirkan pun. gue terus"an bilang sama dia bahwa gue mau IMD dan ga boleh dikasih sufor, kembali lagi Bagol hanya mengangguk ngangguk (kebingungan pasti).
Saat ASI gue belum keluar sehari... dua hari... tiga hari.. empat hari.. sampai akhirnya Adia kuning.. Gue mulai senewen... aer mata gue mulai keluar.. Gue tau Bagol gelisah, yaiyalah, Bapak mana yg gak gelisah tau anaknya sakit tapi belum dapet makanan cukup karna ASI ibunya belum keluar?

Tapi yang Bagol lakukan lagi lagi.. hanya shalat.. dan diam.
Dia tidak marah. Dia tidak bertanya pada gue kenapa. Tidak menuntut gue harus apa. Dia hanya terus terjaga di samping, menenangkan ketika gue menangis sedih dan pasrah, dan PERCAYA PENUH sama keputusan yang sudah gue ambil.

Kalo dipikir pikir, susah banget lo :)
Melihat gue terus"an memompa sambil kadang nangis, komat kamis sendiri berdoa, nulis email minta dukungan ke milis AIMI, sementara Adia tidur disamping kami dengan mata tertutup karna disinar ultraviolet.
Coba kalo lo jadi dia? Bisa gitu nahan agar emosi tetap stabil dan diam tidak berbicara sepatah katapun (kecuali sama dokter & suster)? gue yakin enggak banyak deh :)

Bagol  tidak berusaha merusak pikiran gue dengan kata kata yg dia tau jika keluar dari mulutnya, akan semakin membuat gue rapuh.
Itulah dukungan terbaik yg pernah dia berikan ke gue. Menahan egonya untuk tetap yakin pada perjuangan  ASI.

Disaat itu naluri lelakinya sesungguhnya yang sangat seksi mulai muncul #haseekkk.
Oh tentu saja tidak yang kolot kayak : Suami kudu nyari duit, Istri wajib ngurus anak ya :)
Perlahan setelah kuning Adia sembuh, Bagol mulai memutuskan sendiri jadwal mengurus Adia.
Dia yg memutuskan (bukan gue lagi) kalo jam 11- 3 pagi adalah waktu dia untuk bangun, ganti popok dan menyuapi ASIP sementara gue gantian tidur. Dia yg memutuskan untuk pulang lebih awal dari kantor agar bisa memandikan Adia waktu sore. Bahkan terkadang dia memperbolehkan gue dan Adia ngintil ke kantornya. hahaha.
Dari situlah emosi positif gue mulai terbangun, capek gue pun berkurang karna bantuan Bagol mengurus Adia, tekad dan semangat gue pun makin kuat. Voila! ASI mulai lancar !

Saat gue mulai masuk kerja, Bagol teliti menghitung persediaan ASIP untuk Adia sampai ke depannya. Dia mengawasi gue bagai elang mencari mangsa #eaaa untuk tetap bisa mengantar pulang ASIP sesuai dengan kebutuhan Adia. Tidak jarang dia menegur jika persediaan mulai keteteran dan membangunkan gue malam hari untuk menambah waktu memompa.

Sampai terakhir gue berhenti memompa ASI pun atas seizin Bagol...
Makanya ampe sekarang akhirnya Bagol malah lebih deket sama Adia kan daripada sama gue -___-
*apa yang salah inih? dimananyaaaa????*

Duh, perjuangan ASI gue dan Bagol mah gak ada apa apanyaa.. masih banyak yg lebih berattt dan mengharukan dibandingkan pasangan norak kayak kita. hahahaha
Tapi gue sangat bersyukur, keyakinan kita, dan kepercayaan Bagol atas keputusan ASI, gak pernah sia sia.
"Saya ulangi : Laki laki bukan tidak peduli, melainkan tidak sadar bahwa mereka seharusnya peduli."
Ernest Prakarsa
"Suami, bagaimanapun, menurut gue adalah benteng terakhir pertahanan bagi seorang ibu yang ingin memberikan ASI Eksklusif untuk si bayi..." A. Rahmat Hidayat



Post a Comment

My Instagram

Made with by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates